Dalam
sejarahnya, Negara Indonesia pernah mengalami pergantian sistem pemerintahan.
Dari kesatuan berubah menjadi serikat dan berubah kembali menjadi kesatuan
hingga kini. Demikian juga dengan pemimpinnya atau presidennya. Selama 69
tahun berdiri sebagai Negara, telah terjadi berkali-kali pergantian pemimpin di
Indonesia.
Sebagai penjabat presiden,umumnya orang Indonesia hanya
mengenal Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati Soekarno
Putrie dan Susilo Bambang Yudhoyono. Padahal masih ada dua lagi presiden
Indonesia dan jarang sekali disebut. Yakni Syafrudin
Prawiranegara dan Mr. Asaat.
Dua orang ini pernah menjabat sementara ketika eranya
Soekarno. Syafrudin Prawiranegara menjabat Presiden/ketua PDRI (Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia) ketika Soekarno dan M. Hatta ditawan
Belanda dan ketika ibukota Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Agar
pemerintahan tetap eksis dan berjalan, akhirnya dibentuklah PDRI dengan
Syafrudin Prawiranegara sebagai penjabat presiden. Syafrudin menjabat Presiden Indonesia Darurat sejak 19
Desember 1948
Mr. Syafruddin Prawiranegara
Mr. Syafruddin Prawiranegara, atau juga ditulis Sjafruddin
Prawiranegara (lahir di Serang, Banten, 28 Februari 1911 – meninggal di
Jakarta, 15 Februari 1989 pada umur 77 tahun) adalah pejuang pada masa
kemerdekaan Republik Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai Presiden/Ketua
PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) ketika pemerintahan Republik
Indonesia di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda saat Agresi Militer Belanda II
pada tanggal 19 Desember 1948.
Mr.Assaat
Mr.Assaat Lahir di sebuah kampung bernama Kubang Putih Banuhampu, pada
tanggal 18 September 1904. Memasuki sekolah agama “Adabiah” dan MULO Padang,
selanjutnya ke STOVIA Jakarta. Karena jiwanya tidak terpanggil menjadi seorang
dokter, ditinggalkannya STOVIA dan melanjutkan ke AMS (SMU sekarang). Dari AMS
Assaat melajutkan studinya ke Rechts Hoge School (Sekolah Hakim Tinggi) juga di
Jakarta.
Ketika menjadi studen RHS inilah, beliau memulai
berkecimpung dalam gerakan kebangsaan, ialah gerakan pemuda dan politik. Masa
saat itu Assaat giat dalam organisasi pemuda “Jong Sumatranen Bond”. Karir
politiknya makin menanjak lalu berhasil menduduki kursi anggota Pengurus Besar
dari “Perhimpunan Pemuda Indonesia”. Ketika Perhimpunan Pemuda Indonesia
mempersatukan diri dalam “Indonesia Muda”, ia terpilih mejadi Bendahara
Komisaris Besar ” Indonesia Muda”.
Dalam kedudukannya menjadi studen (mahasiswa), Assaat
memasuki pula gerakan politik “Partai Indonesia” disingkat Partindo. Dalam
partai ini, Assaat bergabung dengan pemimpin Partindo seperti : Adnan Kapau
Gani, Adam Malik, Amir Syarifuddin dan lain-lainnya.
Kegiatannya di bidang politik pergerakan kebangsaan,
akhirnya tercium oleh profesornya dan pihak Belanda, sehingga dia tidak
diluluskan walaupun setelah beberapa kali mengikuti ujian akhir. Tersinggung
atas perlakuan demikian, gelora pemudanya makin bergejolak, dia putuskan
meninggalkan Indonesia pergi ke negeri Belanda. Di Nederland dia memperoleh
gelar “Meester in de rechten” (Sarjana Hukum).
Mungkin generasi sekarang yang berumur 30 sampai 35 tahun,
kurang atau sedikit sekali mengenal perjuangan Mr. Assaat sebagai salah seorang
patriot demokrat yang tidak kecil andilnya bagi menegakkan serta mempertahankan
Republik Indonesia.
Ia tetap berdiri pada posnya di KNIP, tanpa mengenal pamrih
dan patah semangat. Sejak ia terpilih menjadi ketua KNIP, jabatan ini tidak
pernah terlepas dari tangannya. Sampai kepadanya diserahkan tugas sebagai
Acting (Pejabat) Presiden RI di kota perjuangan di Yogyakarta.